Sistem
Hukum Indonesia
Nama : Apriana D.P. Laahana
NIM : 1103021019
Dosen Wali : Drs. Markus Bunga, M.sc., Agr
Jurursan/Semester :
Administrasi Bisnis/III
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Sistem Hukum
Indonesia “Pertentangan Yurisdiksi dalam
Penyelesaian Cyber Crime” dengan baik.
Tak
lupa juga penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada dosen pengasuh mata
kuliah yang selalu membimbing dan mengarahkan dalam proses pembuatan makalah
ini hingga selesai, dan juga semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.
Akhirnya
penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu saran dan kritik dari para pembaca sangat diharapkan demi
penyempurnaan penulisan berikutnya. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih
Kupang,
Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR
ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA
BAB. I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang.............................................................................................1
1.2.
Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3.
Tujuan
Penulisan..........................................................................................2
1.4.
Manfaat
Penulisan........................................................................................2
BAB. II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Cyber Crime.............................................................................3
B.
Pengertian
Yurisdiksi.................................................................................3
C.
Pemahaman
Cyber Crime sebagai kejahatan.............................................4
D.
Jenis-Jenis
Cyber Crime............................................................................5
E.
Cyber Crime dalam
Dunia Bisnis..............................................................7
F.
Pengaturan
tentang Cyber Crime dalam Sistem
Hukum di Indonesia....9
G.
Permasalahan
Yurisdikesi dalam Penyelesaian Kasus Cyber
Crime.....12
BAB. III. PENUTUP
Ø Kesimpulan.....................................................................................................15
Ø Saran...............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teknologi informasi saat ini sudah
bersifat global, terutama dengan digunakannya internet. Globalisasi yang timbul
sudah menyatu dengan berbagai aspek kehidupan, baik di bidang sosial, iptek,
kebudayaan, ekonomi dan nilai-nilai budaya lain. Kemajuan teknologi informasi
khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi
keamanan, kenyamanan dan kecepatan. Contoh sederhana, dengan dipergunakan
internet sebagai sarana pendukung dalam pemesanan/reservasi tiket (pesawat
terbang, kereta api), hotel, pembayaran tagihan telepon, listrik, telah membuat
konsumen semakin nyaman dan aman dalam menjalankan aktivitasnya.
Kecepatan melakukan transaksi
perbankan melalui e-banking, memanfaatkan e-commerce
untuk mempermudah melakukan pembelian danpenjualan suatu barang serta
menggunakan e-library dan e-learning untuk mencari referensi atau
informasi ilmu pengetahuan yang dilakukan secara online karena dijembatani oleh
teknologi internet baik melalui komputer atau pun hand phone. Pemanfaatan teknologi internet juga tidak dapat
dipungkiri membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan
manfaat positif yang ada.
Internet membuat kejahatan yang
semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian, pencemaran nama
baik, pornografi, perjudian, penipuan hingga tindak pidana terorisme kini
melalui media internet beberapa jenis tindak pidana tersebut dapat
dilakukan secara online oleh individu maupun kelompok dengan resiko tertangkap
yang sangat kecil dengan akibat kerugian yang lebih besar baik untuk masyarakat
maupun Negara.
Globalisasi dan perkembangan teknologi
informasi banyak mempengaruhi berbagai jenis kejahatan yang ada, dan
dimungkinkan muncul jenis kejahatan baru seiring dengan perkembangan yang
timbul. Fenomena tindak pidana teknologi informasi merupakan bentuk kejahatan
yang relatif baru apabila dibandingkan dengan bentuk-bentuk kejahatan lain
yang sifatnya konvensional. Tindak pidana teknologi informasi muncul bersamaan
dengan lahirnya revolusi teknologi informasi.
Berbagai jenis kejahatan yang
dilakukan oleh manusia dengan menggunakan berbagai alat, termasuk dengan
menggunakan kemajuan di bidang teknologi informasi, baik melalui internet
maupun pesawat selular (handphone). Internet merupakan suatu dunia maya,
dengan kata lain dunia tanpa batas (borderless). Melalui internet dapat
menjelajah berbagai situs yang ada, melewati batas suatu negara.
Apabila kita berbicara tentang batas
suatu negara, hal tersebut langsung berhubungan dengan yuridiksi negara
tersebut, yaitu mengenai kewenangan suatu negara untuk menegakkan hukum
diwilayahnya.Oleh karena itu
dalam penyelesaian kasus kejahatan cyber,
ada berbagai kendala yang sering kali ditemui oleh penegak hukum suatau negara
untuk menindak pelaku kejahatan yang berada di wilayah yurisdiksi negara lain.
Karena perlu adanya penjelasan mengenai pelakasanaan penegakan hukum kasus
cyber crime ini.
1.2. Rumusan Masalah
Ø Apakah yang
dimaksud dengan Cyber Crime?
Ø Bagaimanakah
penyelesain pertentangan yuridiksi dalam kasus cyber crime?
1.3. Tujuan Penulisan
ü Menjelaskan
tentang pengertian Cyber Crime.
ü Menjelaskan
tentang penyelesaian pertentangan Yurisdiksi dalam Kasus Cyber Crime.
1.4. Manfaat
Penulisan
·
Dapat memberikan penjelasan tentang pengertian Cyber Crime.
·
Dapat memberikan penjelasan tentang penyelesaian
Yurisdiksi dalam Kasus Cyber Crime.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Cyber Crime
Berbicara masalah cyber crime
tidak lepas dari permasalahan keamanan jaringan komputer atau keamanan
informasi berbasis internet dalam era global ini, apalagi jika dikaitkan
dengan persoalan informasi sebagai komoditi. Informasi sebagai komoditi
memerlukan kehandalan pelayanan agar apa yang disajikan tidak mengecewakan
pelanggannya. Untuk mencapai tingkat kehandalan tentunya informasi itu sendiri
harus selalau dimutakhirkan sehingga informasi yang disajikan tidak ketinggalan
zaman. Kejahatan dunia maya (cyber crime) ini muncul seiring
dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat.
Untuk lebih mendalam ada beberapa
pendapat di bawah ini tentang apa yang dimaksud dengan cyber crime? Di
antaranya adalah :
· Menurut Kepolisian Ingris, Cyber
crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.
· Indra Safitri mengemukakan bahwa kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang
berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta
memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang
mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah
informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.
B.
Pengertian Yurisdiksi
Yurisdiksi merupakan refleksi dari
prinsip dasar kedaulatan negara, kedaulatan negara tidak akan diakui apabila
negara tersebut tidak memiliki yurisdiksi, persamaan derajat negara dimana kedua negara yang
sama-sama merdeka dan berdaulat tidak bisa memiliki jurisdiksi (wewenang)
terhadap pihak lainnya (equal states don’t have jurisdiction over each other), dan prinsip tidak turut campur
negara terhadap urusan domestik negara lain.
Kata “yurisdiksi” sendiri dalam
bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris “Jurisdiction”. “Jurisdiction”
sendiri berasal dari bahasa Latin “Yurisdictio”, yang terdiri atas
dua suku kata, yuris yang berarti kepunyaan menurut hukum, dan diction
yang berarti ucapan, sabda, sebutan, firman. Secara singkat dan sederhana,
yurisdiksi dapat diartikan sebagai kepunyaan seperti apa yang ditentukan atau
ditetapkan oleh hukum atau dengan singkat dapat diartikan “kekuasaan atau
kewenangan hukum” atau “kekuasaan atau kewenangan berdasarkan hukum”. Di
dalamnya tercakup “hak”, “kekuasaan”, dan “kewenangan”.Yang paling penting
adalah hak, kekuasaan, dan kewenangan tersebut didasarkan atas hukum, bukan
atas paksaan, apalagi berdasarkan kekuasaan.
Menurut Anthony Csabafi, dalam bukunya “The Concept of State
Jurisdiction in International Space Law” yang termasuk dalam unsur-unsur
yurisdiksi negara adalah :
a. Hak, kekuasaan, dan kewenangan.
b. Mengatur (legislatif, eksekutif, dan
yudikatif).
c. Obyek (hal, peristiwa, perilaku,
masalah, orang, dan benda).
d. Tidak semata-mata merupakan masalah
dalam negeri (not exclusively of domestic concern).
e. Hukum internasional (sebagai
dasar/landasannya).
C.
Pemahaman
Cyber Crime Sebagai Kejahatan
Cybercrime terdiri dari dua kata, yakni “cyber” dan “crime”. Kata “cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”, yang berasal dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William
Gibson yang berjudul Neuromancer.
Pada
mulanya istilah cyberspace tidak ditujukan untuk menggambarkan interaksi yang
terjadi melalui jaringan komputer. Pada tahun 1990 oleh John Perry Barlow istilah cyberspace
diaplikasikan untuk dunia yang terhubung atau online ke internet.
Cyberspace merupakan sebuah ruang yang tidak
dapat terlihat. Ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi yang
dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik tidak
lagi menjadi halangan.Sedangkan “crime” berarti “kejahatan”. Kejahatan
adalah perbuatan anti sosial yang merugikan
dan menimbulkan ketidaktenangan masyarakat serta bertentanggan dengan moral
masyarakat. Terdapat beberapa pendapat pakar yang
dapat menggambarkan dengan jelas seperti apa kejahatan siber itu, yakni:
ü Ari Juliano Gema,
Kejahatan siber adalah kejahatan yang
lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet.
ü Indra Safitri
Kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan
dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik
yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat
keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan
dan diakses oleh pelanggan internet.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
kejahatan siber adalah:
- Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak negatif dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas.
- Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi. Salah satu rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
- Perbuatan tersebut merugikan dan menmbulkan ketidaktenangan di masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat
- Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara. Sehingga melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hukum.
D. Jenis-jenis Cyber Crime
Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi
yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini dikelompokkan dalam
beberapa bentuk sesuai modus operandi yang ada, antara lain:
1)
Unauthorized Access to Computer
System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan
memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah,
tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang
dimasukinya.
2)
Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan
memasukkan data atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang
tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menganggu ketertiban umum.
3)
Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scripless
document melalui Internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada
dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi
"salah ketik" yang pada akhirnya akan menguntungkan
pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan nomor kartu kredit yang
dapat saja disalah gunakan.
4)
Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan matamata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem
jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.
5)
Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan
atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan Internet dengan menyusupkan suatu logic
bomb, virus computer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program
komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan
sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.
6)
Offense against Intellectual
Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan
intelektual yang dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai contoh,
peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara
ilegal, penyiaran suatu informasi di Internet yang ternyata merupakan rahasia
dagang orang lain, dan sebagainya.
7)
Infringements of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi
seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,
yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara
materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau
penyakit tersembunyi dan sebagainya.
E. Cyber Crime dalam Dunia
Bisnis
Hampir
setiap hari masyarakat memanfaatkan kemudahan internet dalam melakukan berbagai
aktivitas rutin, seperti melakukan transaksi jual beli melalui situs-situs
online. Bila dulu masyarakat lebih senang berbelanja dengan sistem
konvensional untuk melakukan transaksi jual beli, sekarang ini masyarakat
lebih memilih cara yang praktis dengan memesan produk ataupun jasa melalui
situs online yang memberikan pelayanan cepat dan mudah kepada para konsumennya
selama full 24 jam nonstop.
Hanya bermodalkan jaringan internet, semua orang
dapat menggunakan website, blog maupun situs jejaring sosial untuk menjalankan
bisnis online dan melakukan transaksi secara online. Namun, mudahnya
pemasaran dan transaksi dalam bisnis online menjadi salah satu faktor munculnya
penipuan dalam bisnis ini. Tidak sedikit pelaku bisnis online baik
produsen maupun konsumen mengalami penipuan online dengan berbagai modus
kejahatan, baik itu dalam bentuk perampasan uang maupun kehilangan barang.
Dampak
negatif dari penipuan bisnis online pun sampai ke dunia internasional,
sehingga reputasi Indonesia di
mata internasional terkait bisnis online cukup memprihatinkan. Berdasarkan data dari
Cybercrime BareskrimPolri, ada 18 negara asing yang mengkomplain
Indonesia gara-gara melakukan penipuan bergaya online. Negara yang itu di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Jepang,
Malaysia, Singapura, Eropa Timur dan
Australia. Sedangkan berdasarkan forum atau lembaga statistik yang
mencatat jumlah daftar bisnis online Indonesia, orang yang telah berbuat scam (scammers) atau telah melakukan penipuan sudah mencapai 100.000 website
lebih.
Kemudahan itu juga sangat menguntungkan bagi oknum yang tidak
bertanggungjawab. Karena mereka memanfaatkan kemudahan registrasi data pemilik
website, blog maupun situs jejaring sosial yang dapat dipalsukan, jadi jejak
kejahatan mereka sulit untuk ditemukan sebab mereka sering menggunakan data diri
yang palsu. Sipelaku penipuan juga bisa mengakses internet atau menjalankan kejahatannya dari
negara lain.
Pada umumnya, situs–situs online hanya berperan sebagai
wadah atau penghubung antara penjual dan pembeli. Jika terjadi aksi penipuan,
maka situs tersebut tidak bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita oleh
korban penipuan. Situs hanya menyiapkan mekanisme pencegahan agar tidak terjadi
transaksi yang merugikan pihak lain.
Para pelaku bisnis online dituntut untuk lebih teliti
dalam menjalin kerjasama, pastikan pilih yang sudah memiliki reputasi cukup
bagus di dunia online. Bagi
produsen, dalam menjalankan bisnis online sebaiknya berhati-hati dan mewaspadai
untuk memilih situs yang menyewakan hosting dan domain yang ada di
internet. Sedangkan untuk konsumen, agar
tidak tertipu oleh penjual yang tidak bertanggungjawab, penelitian alamat website lengkap melalui google dan lihat pula respon konsumen yang ada di website tersebut.
Sebagian
besar bisnis online yang ditawarkan memang bisnis yang riil. Namun
belakangan ini penipuan di dunia online semakin mengkhawatirkan. Disini dibutuhkan tingkat kewaspadaan yang tinggi agar
terhindar dari modus-modus penipuan yang dilancarkan. Karena bagaimapun bisnis
online sudah menjadi sebuah solusi yang sangat membantu bagi sebagian orang
yang punya keterbatasan waktu dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Begitu banyak peluang bisnis online yang ditawarkan di internet
merupakan scam(penipuan). Banyak sekali laporan-laporan di internet mengenai korban Scammers. Pada umumnya scammers memilih orang-orang yang ingin cepat kaya, menghasilkan banyak uang atau profit dalam waktu sekejap tanpa adanya usaha kerjakeras (easy
money). Contoh modus jenis-jenis bisnis online seperti:
·
Scam berkedok pelelangan. Yang sering terjadi di situs-situs pelelangan seperti eBay.com. Banyak dari buyer diberitahukan bahwa telah memenangkan sebuah tawaran, dan barang yang telah dibayarkan tidak pernah kunjung datang.
·
Multi Level Marketing
(MLM). Tidak semua jenis bisnis ini adalah scam, namun jika mereka tidak punya produk atau jasa, dan hanya mencari anggota untuk bergabung maka kemungkinan besar adalah scam.
·
Lottery Scams. Sering ditemukan pada salah satu situs di menu Popup-nya berisi “selamat anda telah memenangkan undian dan berhasil mendapatkan ( PS3, iphone, laptop, dsb)” . Biasanya mereka meminta mengunjungi situsnya, menyuruh mengisi form atau nomor kartu kredit beserta pin.
·
High Yield Investment Program (HYIPs). Mereka meminta netters untuk berinvestasi, dengan janji keuntungan akan berlipatganda dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini biasanya melibatkan kerjasama investasi dalam beberapa jenis “proyek jangka panjang” 6 bulan sampai 1 tahun dengan profit yang ditawarkan besar sekali.
·
Phishing Scams. Email yang seolah dating dari Bank atau rekening online lainnya dan meminta penerimanya untuk login lalu meverifikasi account. Bila dilakukan, kemungkinan rincian login akan direkam dan dijual kepada orang lain.
F. Pengaturan Tentang Cyber Crime dalam Sistem Hukum di Indonesia
Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus yang
mengatur mengenai cyber crime walaupun rancangan undang undang tersebut
sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang
tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan
ke Sekretariat Negara RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta
dikirimkan ke DPR namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan
Informasi untuk diperbaiki.
Sebagai langkah preventif terhadap segala hal yang berkaitan dengan tindak pidana di
bidang komputer khususnya cyber, sedapat mungkin dikembalikan pada
peraturan perundang-undangan yang ada, yaitu KUHP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana) dan peraturan di luar KUHP. Pengintegrasian dalam peraturan yang sudah
ada berarti melakukan suatu penghematan dan mencegah timbulnya over
criminalization, tanpa mengubah asas-asas yang berlaku dan tidak
menimbulkan akibat-akibat sampingan yang dapat mengganggu perkembangan
teknologi informasi.
Ada beberapa hukum positif yang berlaku umum dan dapat
dikenakan bagi para pelaku cyber crime terutama untuk kasus-kasus yang
menggunakan komputer sebagai sarananya.
v Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik
melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap Pasal-Pasal yang ada
dalam KUHP.
v Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta.
Program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan
dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan
dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer
bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang
khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer
berlaku selama 50 tahun.
Program komputer/software yang
sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan peluang yang cukup
menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software
bajakan dengan harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus
seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp 20.000,00. Penjualan
dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut
menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang
dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping.
Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan
tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)”.
v Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun
1999: “Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau
penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya”.
Apabila melakukan hal yang melanggar
ketentuan diatas, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang
berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.
v Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal
24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur
pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan
kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen
yang dialihkan atau ditransformasikan, misalnya Compact Disk - Read Only
Memory (CD-ROM), dan Write - Once -Read - Many (WORM), yang diatur
dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
v Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
UndangUndang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang
bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta
kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi
harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Undang-Undang
ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai
dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau
yang serupa dengan itu.
v Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini
mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
yang serupa dengan itu.
Digital evidence atau alat
bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena
saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor
intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk
menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku
mengetahui pelacakan terhadap Internet.
v Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang
diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk
didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Cybercrime
menjadi isu yang menarik dan kadang menyulitkan karena:
a. Kegiatan dunia cyber tidak dibatasi oleh teritorial
negara
b. Kegiatan dunia cyber relatif tidak berwujud
c. Sulitnya pembuktian karena data elektronik relatif mudah
untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirimkan ke seluruh belahan dunia dalam
hitungan detik
d. Pelanggaran hak cipta dimungkinkan secara teknologi
e. Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum
konvensional.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa UU ITE boleh disebut
sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia
maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang
sedikit terlewat.
G.
Permasalahan
Yurisdiksi dalam Penyelesaian Kasus Cybercrime
Kemajuan teknologi informasi yang cepat selalu menimbulkan
suatu permasalahan terutama di bidang hukum pidana, sementara di satu sisi hukum seringkali tertinggal jauh di
banding dengan kemajuan teknologi. Dengan menggunakan internet muncul pula komunitas
masyarakat yang berbeda dengan yang sudah ada selama ini, komunitas masyarakat
internet dapat pula disebut sebagai “cybercommunity”.
Memperhatikan berbagai perkembangan yang terjadi , dapat
dikatakan internet adalah suatu sistem jaringan yang terdiri dari berbagai
macam komunitas, sehingga peserta atau anggota komunitas dapat membuat dan
mendefinisikan hukum yang tepat untuk komunitas mereka. Masaki Hamano menggunakan 3 jenis
yurisdiksi tradisional, untuk menganalisa permasalahan dalam cyber
jurisdiction.
1) Yurisdiksi legislatif
(Jurisdiction to prescribe)
Yurisdiksi legislatif adalah wewenang negara untuk membuat
hukum sesuai dengan masyarakat dan keadaan yang ada. Dalam keterkaitannya
dengan internet, muncul pertanyaan ialah negara mana yang berwenang terhadap
kegiatan atau orang di dunia cyber?. Menimbulkan suatu permasalahan yaitu
“choice of law”.
2) Yurisdiksi untuk mengadili (
Jurisdiciton to adjudicate)
Yurisdiksi untuk mengadili didefinisikan sebagai wewenang
negara terhadap seseorang untuk melakukan proses pemeriksaan pengadilan , dalam
masalah kriminal. Pada yurisdiksi ini, masalah yang muncul adalah “choice of forum”.
3) Yurisdiksi untuk melaksanakan
(Jurisdiction to enforce)
Yurisdiksi untuk melaksanakan berhubungan dengan wewenang
suatu negara untuk melakukan penghukuman terhadap terdakwa sesuai hukum yang
berlaku, baik melalui pengadilan atau melalui tindakan non-hukum lainnya
(sanksi administratif).
Pada prinsipnya, ada tiga jenis yurisdiksi yang selama ini sudah dikenal tetap
digunakan sebagai landasan untuk dikembangkan lebih jauh dan mendalam. Ketiga
yurisdiksi tersebut yaitu :
1) Yurisdiksi legislatif yaitu kewenangan membuat hukum (jurisdictionto
prescribe);
2) Yurisdiksi judisial yaitu kewenangan untuk mengadili (jurisdiction
toadjudicate);
3) Yurisdiksi pelaksanaan yaitu kewenangan untuk
melaksanakan putusan pengadilan (jurisdiction to enforce).
Alasan yang mendasari tetap digunakannya ketiga jenis
yurisdiksi tersebut, karena “dari berbagai kasus kejahatan internet, apabila pelaku dapat
ditangkap oleh polisi, akan diterapkan hukum negara di mana si pelaku
tertangkap. Artinya, digunakan hukum dari negara di mana ia melakukan tindak
pidana tersebut”. Disusunnya suatu kebijakan legislatif oleh suatu negara
adalah merupakan bagian dari kebijakan kriminal sebagai bagian dari kebijakan
sosial. Kebijakan legislatif dalam hal dilarangnya segala bentuk atau hal yang
berhubungan dengan pornografi anak, mulai dari memiliki, mendistribusikan,
menyimpan, menjual, karena didasarkan pada upaya perlindungan terhadap
masyarakat .
Para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya sebaiknya
didukung oleh sarana dan prasarana yang mendukung, melebihi kemajuan teknologi
informasi yang digunakan oleh pelaku kejahatan cyber. Apabila dikaji secara
mendalam, rumusan pasal 25 RUU-PTI merupakan adaptasi dari “effect test”,
yaitu dalam kalimat:”…yang melakukan perbuatan hukum yang akibatnya dirasakan diIndonesia”.Hal ini berarti bahwa efek dari perbuatan atau kejahatan
cyber tersebut dirasakan di Indonesia, sehingga Indonesia dapat menerapkan
ketentuan pidananya berdasar pasal 25 dan pasal 26 RUU - PTI.
Menurut Soedarto, untuk menuntut seseorang di depan
pengadilan perihal tindak pidana, maka harus pasti tentang waktu dan tempat
terjadinya tindak pidana. Ketentuan tentang waktu diperlukan untuk menentukan
apakah undang-undang yang bersangkutan dapat diterapkan terhadap tindak pidana
itu, sedang ketentuan tentang tempat diperlukan untuk menetapkan apakah
undang-undang pidana Indonesia dapat diperlakukan dan juga pengadilan mana yang
berkompeten untuk mengadili orang yang melakukan tindak pidana tersebut
(kompetensi relatif). Untuk menetapkan locus
delicti, ada 3 teori yaitu :
a) Teori
perbuatan materiil (perbuatan jasmaniah)
Tempat tindak pidana ditentukan oleh
perbuatan jasmaniah yang dilakukan oleh pembuat dalam mewujudkan tindak pidana
itu. Untuk delik formil teori ini dapat digunakan dengan baik, akan tetapi
untuk delik materiil dan ada kalanya juga untuk delik formilpun teori ini sulit
diterapkan. Contoh kesulitan dalam delik formil ialah apabila ada orang di luar
Indonesia dengan perantaraan surat kabarr Indonesia melakukan penghinaan.
b) Teori
instrumen (alat)
Tempat terjadinya delik ialah tempat
bekerjanya alat yang dipakai si pembuat. Alat ini bisa berupa benda atau orang,
asalkan orang ini tidak dapat dipertanggung jawabkan.
c) Teori
akibat
Ukuran untuk locus delicti adalah
tempat terjadinya akibat di dalam delik itu. Misalnya dalam penipuan, delik ini
selesai apabila si korban menyerahkan barangnya; si pembuat dapat saja
bertempat di daerah kekuasaan pengadilan lain.
Melihat mengenai cara penetapan
locus delicti yang dikemukakan Soedarto, pada pasal 25 RUU-PTI digunakan teori akibat.
BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa
a.
Terdapat beragam pemahaman mengenai cybercrime.
Namun bila dilihat dari asal
katanya, cybercrime terdiri dari dua
kata, yakni “cyber” dan “crime”. Kata “cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”, yang berasal dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William
Gibson yang berjudul Neuromancer.
b. Karakteristik kejahatan siber adalah:
1.
Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak negatif
dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas.
2.
Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada
tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi. Salah satu
rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
3.
Perbuatan tersebut merugikan dan menmbulkan ketidaktenangan
di masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat
4.
Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara. Sehingga
melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hukum.
c. Masaki Hamano menggunakan 3 jenis
yurisdiksi tradisional, untuk menganalisa permasalahan dalam cyber
jurisdiction.
1) Yurisdiksi legislatif
(Jurisdiction to prescribe)
Yurisdiksi legislatif adalah
wewenang negara untuk membuat hukum sesuai dengan masyarakat dan keadaan yang
ada . Dalam keterkaitannya dengan internet, muncul pertanyaan ialah negara mana
yang berwenang terhadap kegiatan atau orang di dunia cyber?.Menimbulkan suatu
permasalahan yaitu “choice of law”.
2) Yurisdiksi untuk mengadili (
Jurisdiciton to adjudicate)
Yurisdiksi untuk mengadili
didefinisikan sebagai wewenang negara terhadap seseorang untuk melakukan proses
pemeriksaan pengadilan , dalam masalah kriminal. Pada yurisdiksi ini, masalah
yang muncul adalah “choice of forum”.
3) Yurisdiksi untuk
melaksanakan (Jurisdiction to enforce)
Yurisdiksi untuk melaksanakan
berhubungan dengan wewenang suatu negara untuk melakukan penghukuman terhadap
terdakwa sesuai hukum yang berlaku, baik melalui pengadilan atau melalui
tindakan non-hukum lainnya (sanksi administratif).
Ø Saran
Dari berbagai upaya yang dilakukan,
telah jelas bahwa cybercrime
membutuhkan global action dalam penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut
seringkali bersifat transnasional. Beberapa langkah penting yang harus
dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah:
- Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
- Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
- Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
- Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
- Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.
DAFTAR
PUSTAKA
Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, 2001. “Ketika Kejahatan Berdaulat: Sebuah
Pendekatan Kriminologi, Hukum dan Sosiologi, Peradaban”, Jakarta.
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005. “Kejahatan
Mayantara (Cyber Crime)”.
Jakarta: PT. Refika Aditama, 2005.
Safitri Indra, “Tindak
Pidana di Dunia Cyber” dalam Insider, Legal Journal From Indonesian Capital
& Investmen Market. Pada Webssite:
http://business.fortunecity.com/buffett/842/art180199_tindakpidana.htm.
Diakses pada tanggal 8 Desember 2012 Pukul 12.47 WITA.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. “Kamus
Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga”. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
http://www.fbi.org/
dan www.kpu.go.id. Diakses pada tanggal 8 Desember 2012 Pukul 13.05 WITA.
Atmasasmita
Romli, 2006. “pengantar Hukum Kejahatan
Bisnis, edisi kedua”. Jakarta: Prenada Media.
tolong upload makalahnya...
BalasHapusilmukomputer_unc